Rabu, 27 April 2011

STRATEGI KEMENKES DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA

Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian Kesehatan menetapkan lima strategi operasional yaitu penguatan Puskesmas dan jaringannya; penguatan manajemen program dan sistem rujukannya; meningkatkan peran serta masyarakat; kerjasama dan kemitraan; kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011; penelitian dan pengembangan inovasi yang terkoordinir. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dalam paparan yang berjudul “Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu” kepada para peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana di kantor BKKBN Jakarta, 26 Januari 2011.

Menkes menambahkan terkait strategi keempat yaitu kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011, upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu:

Pertama, kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah menindaklanjuti Inpres no. 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dan Inpres No. 3 tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan melalui kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan advokasi terkait percepatan pencapaian MDGs. Akhir tahun 2011, diharapkan propinsi dan kabupaten/kota telah selesai menyusun Rencana Aksi Daerah dalam percepatan pencapaian MDGs yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.

Kedua, pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011 setiap Puskesmas mendapat BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250 juta per tahun. Dengan adanya BOK, pelayanan “outreach” di luar gedung terutama pelayanan KIA-KB dapat lebih mendekati masyarakat yang membutuhkan.

Ketiga, menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa indikator komposit (status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan kesehatan) yang digunakan untuk menetapkan kabupaten/kota yang mempunyai masalah kesehatan. Ada 130 kab/kota yang ditetapkan sebagai DBK yang tahun ini akan didampingi dan difasilitasi Kementerian Kesehatan.

Keempat, penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, “mobile team”.

Kelima, akan diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar pelayan KB berkualitas, sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Selain itu menurut Menkes, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan akan meluncurkan Jaminan Persalinan (Jampersal) yang mencakup pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan, nifas, KB pasca persalianan, dan neonatus. Melalui program ini, persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan meningkat, demikian pula dengan pemberian ASI dini, perawatan bayi baru lahir, pelayanan nifas dan KB pasca persalinan.

Sasaran Jampersal adalah 2,8 juta ibu bersalin yang selama ini belum terjangkau oleh jaminan persalinan dari Jamkesmas, Jamkesda dan asuransi kesehatan lainnya. Ruang lingkupnya adalah : pelayanan persalianan tingkat pertama, tingkat lanjutan, dan persiapan rujukan di fasilitas kesehatan Pemerintah dan Swasta. Kelompok inilah yang akan ditanggung Jampersal. Pelayanan yang dijamin melalui Jampersal yaitu: pemeriksaan kehamilan 4 kali, pertolongan persalinan normal dan dengan komplikasi, pemeriksaan nifas 3 kali termasuk pelayanan neonatus dan KB paska persalinan, pelayanan rujukan ibu/bayi baru lahir ke fasilitas kesehatan lebih mampu

Menurut Menkes terkait strategi penguatan Puskesmas dan jaringannya dilakukan dengan menyediakan paket pelayanan kesehatan reproduksi (kespro) esensial yang dapat menjangkau dan dijangkau oleh seluruh masyarakat, meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yaitu: Kesehatan ibu dan bayi baru lahir, KB, kespro remaja, Pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS; dan mengintegrasikan pelayanan kespro dengan pelayanan kesehatan lainnya yaitu dengan program gizi, penyakit menular dan tidak menular.

Kemampuan Puskesmas dan jaringannya dalam memberikan paket dasar tersebut akan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan masalah kesehatan setempat.

Pada saat ini ada 9.005 Puskesmas, terdiri dari Puskesmas non tempat tidur (TT), Puskesmas TT PONED (pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar) dan Puskesmas TT non PONED, yang tersebar di seluruh kecamatan di Indonesia. Puskesmas pembantu dan pos kesehatan desa yang ada di desa-desa, akan lebih difungsikan dalam memberikan pelayanan KIA dan KB yang bersifat promotif, preventif dan pengobatan sederhana termasuk deteksi dini faktor risiko dan penyiapan rujukannya.

Beberapa propinsi juga telah menjadikan Puskesmas mampu melakukan deteksi dini kanker leher rahim, Puskesmas santun usia lanjut, dan sebagainya, sesuai kebutuhan lokal.

AKI Menurun

Menkes juga mengatakan kemajuan yang dicapai dalam program kesehatan ibu yaitu penurunan AKI sebesar 41% dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2007. Sedangkan target MDGs pada tahun 2015, AKI dapat diturunkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Kematian ibu di rumah sakit disebabkan karena banyaknya kasus kegawat-daruratan pada kehamilan, persalinan dan nifas. Penyebab langsung kematian ibu yang terbanyak adalah: perdarahan, hipertensi pada kehamilan, partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi.

Persalinan di rumah dan ditolong oleh dukun, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masih tingginya AKI di Indonesia. Data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa persalinan di fasilitas kesehatan 55,4% dan masih ada persalinan yang dilakukan di rumah (43,2%). Pada kelompok ibu yang melahirkan di rumah ternyata baru 51,9% persalinan ditolong oleh bidan, sedangkan yang ditolong oleh dukun masih 40,2%, ujar Menkes.

Kondisi tersebut masih diperberat dengan adanya faktor risiko 3 Terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/ transportasi dan terlambat menangani dan 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).

Terkait dengan faktor risiko tersebut, data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa secara nasional ada 8,4% perempuan usia 10-59 tahun melahirkan 5-6 anak, bahkan masih 3,4% perempuan usia 10-59 tahun yang melahirkan anak lebih dari 7. Kelompok perempuan yang tinggal di perdesaan, tidak bersekolah, pekerjaannya petani/nelayan/buruh, dan status ekonomi terendah, cenderung mempunyai lebih dari 7, lebih tinggi dari kelompok lainnya.

Kamis, 21 April 2011

Mimisan Pada Anak



Epistaksis atau yang lebih dikenal dengan sebutan mimisan acapkali terjadi pada buah hati kita. Sebagai orang tua, merasa panik itu wajar. Bayangkan, siapa yang tak panik, sedang asyik berkumpul bersama keluarga mendadak darah segar mengalir dari hidung sang buah hati.

Pemandangan ini tentu terlihat menyeramkan, belum lagi mimisan seringkali dicap sebagai gejala penyakit-penyakit yang berbahaya.

Benarkah bahwa mimisan pada anak berbahaya?
Bagaimana menanggulanginya?

Apa sebenarnya mimisan itu?
Dikutip dari berita kesehatan Pharos Indonesia, Epistaksis atau mimisan sendiri sebenarnya adalah perdarahan yang keluar dari rongga hidung, nasofaring (bagian hulu kerongkongan yang berhubungan dengan hidung).

Pada anak, mimisan sering terjadi pada rentang usia 2 - 10 tahun, kendati untuk penyebab tertentu, anak di usia 10 tahun pun masih mengalaminya.

Mengapa mimisan sering terjadi pada anak ?
Selaput lendir dan pembuluh darah di dalam hidung anak masih tipis dan sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar. Akibatnya, pembuluh darah dalam hidung melebar kemudian pecah hingga terjadilah mimisan.
Penyebab terjadinya mimisan pada anak antara lain :
Penyebab yang paling sering terjadi pada anak adalah trauma lokal seperti kebiasaan anak mengorek hidung,terbentur benda keras atau apabila hidung anak tertusuk benda tajam sehingga memicu terjadinya mimisan.

Suhu udara yang terlampau dingin juga bisa menyebabkan mimisan. Suhu AC yang terlalu rendah dari yang bisa diadaptasi tubuh dan udara kering yang terjadi karena suhu terlampau dingin rentan menyebabkan selaput lendir pecah.
Belum lagi bila terjadi perubahan suhu yang ekstrim, misalnya, sehabis bermain-main di bawah terik matahari, anak langsung masuk ke dalam ruangan ber-AC. Mimisan dapat terjadi karena tubuh belum tentu bisa segera beradaptasi dengan perubahan suhu tersebut.
Iritasi saluran gas yang merangsang dan infeksi saluran pernapasan diketahui juga acapkali menimbulkan mimisan pada anak. Pilek yang menyebabkan anak sering bersin dan berkali-kali mengeluarkan lendir dari hidung dengan sapu tangan atau tissue dapat menimbulkan pergesekkan dalam hidung dan mengenai pembuluh darah.
Mengkonsumsi obat-obatan jenis tertentu juga bisa menjadi pemicu mimisan. Obat-obatan yang biasanya dapat menyebabkan mimisan pada anak antara lain: obat batuk sirup yang mengandung alkohol, obat penurun panas yang mengandung acetyl salicylic acid (asam asetil salisilat/aspirin) dan obat-obatan lain yang memiliki aroma dan rasa yang terlampau tajam.
Sebelumnya disebutkan bahwa pada kasus tertentu anak di usia 10 tahun masih mengalami mimisan. Faktor keturunan dapat dikatakan merupakan salah satunya. Beberapa anak terlahir dengan pembuluh darah hidung yang lebih tipis sehingga sering mengalami mimisan.
Ada pula kasus lain yaitu kelainan tulang hidung pada anak (struktur tulang agak bengkok mendekati pembuluh darah). Pada saat anak dengan kelainan tulang hidung menggosok hidung, tulang sering bergesekkan dengan pembuluh darah hingga pecah dan terjadi mimisan. Kelainan tulang hidung ini terjadi sejak lahir atau karena trauma (pernah patah).
Kendati di atas disebutkan umumnya mimisan terjadi pada rentang usia 2 - 10 tahun, bayi di bawah 2 tahun juga bisa mengalami mimisan. Usai minum susu terkadang bayi muntah atau gumoh. Muntahan tersebut juga berisikan asam lambung yang jika terdorong ke atas dan keluar lewat hidung dapat menimbulkan iritasi pada rongga hidung dan terjadilah mimisan.

Bagaimana menanggulanginya ?
Tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan mendudukkan anak dengan posisi sedikit membungkuk ke depan dan kemudian jepit hidungnya dengan kedua jari, biarkan mulut anak terbuka untuk dapat bernafas. Kemudian letakkan kompres dingin pada tulang hidung.
Seharusnya tidak berselang lama darah berhenti mengalir, namun bila dalam 15 menit darah masih mengalir dari hidung anak, segera periksakan ke UGD atau dokter terdekat. Untuk anak di atas 1 tahun atau anak yang sudah dapat diajak berkomunikasi dengan baik, peringati anak agar tidak menghembuskan nafas terlalu keras dan jangan dulu mengorek hidungnya. Luka yang belum kering di rongga hidungnya akan mudah berdarah lagi.
Berdasarkan pengamatan, mayoritas kasus mimisan yang terjadi pada anak tidak berbahaya. Namun tetap patut diwaspadai karena beberapa penyakit berat memiliki gejala mimisan seperti Demam Berdarah, Gagal Ginjal, Hemofilia, Leukimia,Tumor dan lain-lain.
Yang harus diperhatikan adalah intensitas mimisan, bila sudah terlampau sering semisal 3 kali dalam seminggu dan hal lainnya adalah warna darah yang keluar, bila terlihat hitam dan mengental sebaiknya segera konsultasikan ke dokter.
Kasus mimisan pada anak memang kebanyakan tidak berbahaya, namun jangan dianggap remeh dan cermati terus kondisinya. *.*

Selasa, 19 April 2011

BUKU KESEHATAN IBU DAN ANAK ( Buku KIA )

Dalam Konvensi Hak-hak Anak, semua anak sejak dari dalam kandungan mempunyai hak atas kelangsungan hidup, perkembangan dan mendapat perlindungan. 
Pemantauan intensif pada ibu hamil selain untuk kesehatan ibu hamil dan persiapan persalinan, juga untuk memenuhi hak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan perlindungan anak. Hal ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien melalui pemberdayaan masyarakat, kemitraan petugas kesehatan dengan masyarakat serta mewujudkan kesadaran dan kemandirian keluarga untuk menjaga kesehatan ibu dan anak. 
Salah satu bentuknya adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga melalui penggunaan Buku KIA. 
Buku KIA merupakan kumpulan materi standar penyuluhan, informasi, serta catatan gizi, kesehatan ibu dan anak. 
Dalam Buku KIA terdapat stiker Program Perencanaan, Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) sebagai alat pemantauan intensif bagi setiap ibu hamil di seluruh Indonesia, dalam upaya mempercepat penurunan kematian ibu dan bayi. Buku KIA adalah buku milik keluarga yang disimpan di rumah dan dibawa setiap kali ibu atau anak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Jadi ibu, mintalah selalu Buku KIA pada waktu anda berkunjung pertama kali ke fasilitas pelayanan kesehatan, baik milik pemerintah (Puskesmas, Rumah Sakit) maupun Swasta (Bidan/Dokter Praktek Swasta, Rumah Bersalin dll). Bila Buku KIA anda hilang maka ibu boleh meminta kembali ke petugas kesehatan. Ingat, Buku KIA wajib dimiliki oleh setiap ibu hamil dan balita.